Sabtu, 24 Desember 2016

RISALAH KHALIFAH FRONT ISLAM PANCASILA

  1. Untuk seluruh umat manusia khususnya orang Indonesia
    1. Tuhan Yang Maha Esa telah memberikesempatan kehidupan kepada kita semua maka gunakannlah kesempatan ini untuk menegakkan kebenaran keadilan dan kasih sayang agar kehidupan kita lebih bermakna karena semua kehidupan ini akan mati dan setiap kehidupan kita sebagai hamba Allah akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak.
    2. Kalau kekuasaan dan pemerintahan lebih penting dari kebenaran keadilan dan kasih sayang maka inilah dajjal sesungguhnya.
    3. Kalau hukum telah menjadi panglima mengabaikan kebenaran keadilan dan hati nurani maka inilah api neraka sesungguhnya.
    4. Kalau demokrasi telah menjadi tujuan mengabaikan kebenaran keadilan dan amanah maka kemusrikan telah meracuni akal sehat sebuah bangsa.
    5. Kalau jabatan telah menjadi tujuan mengabaikan amanah dan kejujuran maka inilah awal kehancuran peradaban sebuah bangsa.
    6. Kalau kebenaran telah meninggalkan keadilan maka inilah kematian nurani sebuah bangsa.
    7. Kalau hukum dan kebenaran meninggalkan moral tatakrama dan keadilan maka inilah ketakaburan dan kesombongan yang nyata.
    8. Kalau hukum, kebenaran, tatakota, dan keindahan menjadi tujuan dan mengabaikan keadailan kasih sayang moral dan tatakrama maka inilah teroris sesungguhnya.
    9. Kalau pencitraan jabatan dan ketenaran menjadi tujuan maka inilah adzab Yang Maha Kuasa yang sungguhnya.
    10. Kalau jabatan ketenaran dan dunia menjadi tujuan dan mengabaikan pengabdian amanah kesederhanaan dan keikhlasan maka inilah nafsu sebagai tuhannya.
    11. Kalau ingat kepada Yang Maha Kuasa diikuti dengan amal sholeh dan keikhlasan yang tak mengenal lelah maka inilah cahaya ketakwaan sesungguhnya.
    12. Kalau ketakwaan dan tahu tujuan hidup seorang hamba dan kesabaran telah bersemayam dalam diri maka inilah kesyahidan yang hakiki.
    13. Kalau ketakwaan kesyahidan kesederhanaan hidup yang menimbulkan rasa syukur dan tawaduk inilah kewalian yang hakiki dan kemulyaan telah menjadi cahaya hidupnya.
    14. Kalau tegaknya hukum hanya berdasarkan asumsi dan alat bukti tanpa hati nurani dan rasa keadilan maka inilah hukum jahiliyah sesungguhnya.
    15. Sumber dari segala kerusakan adalah rasa takut dan khawatir terhadap sesuatu selain Allah.
    16. Kalau revolusi tanpa didasari kebenaran keadilan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa maka ini adalah hanya bentuk keonaran dan kejahilan semata.
    17. Kalau demokrasi meninggalkan petuah petuah para ulama maka ini hanyalah pesta paranya durjana atas nama rakyat dan ini adalah narkoba sesungguhnya.
    18. Ketidakpedulian terhadap kebatilan, kebenaran dan keadilan inilah bentuk kekerasan dan pelanggaran HAM sesungguhnya.
    19. Setiap produk hukum dan putusan hukum dan undang undang yang meninggalkan sila-sila dari pancasila adalah bentuk kedhaliman negara terhadap rakyatnya.
    20. Kalau penegak hukum di bangun dengan politik dan ketidakjujuran maka dia telah membangun kapal api dilautan neraka.
    21. Kalau pemerintahan tidak menegakkan kebenaran keadilan hati nurani rakyat maka pemerintah hanya menegakkan ketenangan keamanan yang semu dan memelihara api dalam sekam.
    22. Kalau penguasa dan penegak hukum tidak menegakkan kebenaran keadilan dan mengabaikan hati nurani rakyat maka jangan salahkan masyarakat kalau berbuat anarkis.  Penguasa dengan penegak inilah para pelanggar hukum terberat di hadapan Allah sesungguhnya.
    23. Kalau meraih kekuasaan dibangun dengan pencitraan dan kebohongan mengabaikan etika dan moral walau dia seorang nabi maka disaat itulah akan tanggal kenabiannya .
    24. Mengaku kesatria adalah harus mempunyai sifat jauh dari kebohongan dan pencitraan menjunjung tinggi amanah berlandaskan etika dan moral, apabila salah satu sifat itu tanggal maka tidak lebih baik dari pada gembong narkoba.
    25. Senjata paling baik didunia dan diakhirat adalah kebenaran keadilan kesabaran keberanian dan perisai baja ketakwaan.
    26. Ketokohan agama hanya bisa di tempuh dengan jalan ketekunan ketelatenan kesabaran keikhlasan alam menjalankan amal amal sholeh baik berupa harta benda tenaga dan cucuran keringat dan air mata dalam menjalankan perintah perintah Allah bukan karena pandai berkhutbah ceramah dan ketenaran semata.
    27. Kebaikan adalah karya sesaat orang orang riya’ dan sombong. Ketakwaan adalah kebaikan yang dilakukan secara terus menerus tidak mengenal lelah dilandasi kaidah kaidah agama
    28. Belajar agama harus mendapat bimbingan guru yang paripurna tanpa guru maka gurunya adalah syetan dan hawa nafsunya.
    29. Jihad yang tidak dilandasi dengan ketakwaan keikhlasan kesabaran dan tafakur adalah kematian yang tidak dikehendaki Allah.
    30. Melakukan tindakan untuk meraih surga yang menghalalkan segala cara dan mengabaikan moral tatakrama dan kasih sayang kepada makhluk berarti menjadikan hawa nafsunya menjadi tuhannya ( bom bunuh diri ).
    31. Ketidak benaran dan kemungkaran maupun kedzaliman yang terjadi didalam masyarakat dan penguasa karena peran media yang pemberitaanya tidak berlandaskan kebenaran moral dan keadilan
    32. Kebohongan terbesar adalah media yang pemberitaannya jauh dari esensi moral kebenaran dan keadilan.
    33. Anarkis terbesar adalah mengabaikan hati nurani rakyat dan menggunakan kekuasaan secara arogan walau tindakan itu atas nama kebenaran dan hukum dan meninggalkan keadilan.
    34. Kejujuran yang tidak disertai dengan etika dan moral dan keadilan adalah bentuk arogansi dan kesombongan.
    35. Kebenaran adalah karya orang orang yang sombong, kebenaran, kesabaran dan keadilan adalah karya orang orang arif.
    36. Kesabaran bermanfaat apabila kebenaran dan keadilan tegak maka tegakkanlah kebenaran dan keadilan dengan kesabaran.
    37. Berpesta pora merayakan kemenangan bentuk kesombongan dan ketakaburan yang tersembunyi karena kemenangan sesungguhnya adalah ketakwaan dan kesederhanaan.
    38. Hukum terbaik adalah membuat seseorang menjadi kembali kepada kebenaran dan bertaubat dan jera untuk mengulanginya dan kembali kejalan ketakwaan
    39. Batas kekuatan seseorang adalah keyakinan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam hatinya.
    40. Mengorbankan kecintaan terhadap duniawi adalah landasan kebenaran dan keadilan, kebenaran dan keadilan dan akhlaq yang baik adalah landasan ketaqwaan.
    41. Sumpah dan janji penguasa yang tidak dilandasi untuk menegakkan kebenaran dan keadilan adalah bentuk kedholiman dan kemungkaran yang sebenarnya.
    42. Mendengar melihat dan merasakan kedholiman dan kemungkaran dan mendiamkannya maka dia telah menjadi syetan yang tuli buta dan lumpuh.
    43. Kemakmuran dan kesejahteraan sesungguhnya adalah ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
    44. Semakin banyak penguasa yang berjanji ingin mensejahterakan rakyatnya secara materi maka sesungguhnya dia telah menjadi pembohong yang sebenarnya.
    45. Ratu adil sesungguhnya yang bisa menuntun umat jalan kebenaran keadilan kasih sayang dan ketakwaan.
    46. Jalan kebenaran yang benar adalah jalan untuk menegakkan keadilan dan menghentikan kebatilan
    47. Jalan kemakmuran hanya bisa ditempuh dengan jalan ketakwaan dan ketawadu’an kepada Allah SWT.
    48. Puncak pengetahuan rohani hamba Allah SWT adalah ketauhidan yang benar dan amal sholeh yang istiqomah.
    49. Puncak pengetahuan dan tindakan seorang nabi dan rosul adalah atas ijin Allah atas kehendak Allah atas ridho Allah bukan aku adalah Yang Maha Kuasa.
     

Minggu, 13 November 2016

Ciri-Ciri Ratu Adil versi Islam inilah Kekhalifahan dunia dan akhirat yang khaq.


Surat Terbuka Untuk Masyarakat Indonesia umumnya, Khususnya umat islam sedunia
Ciri-ciri Ratu Adil versi islam
Dikeluarkan Oleh  Tarekat Syadzaliyah Qodiriyah di Yogyakarta
Taqwa
v  Kesukaannya berdzikir
v  lakunya amal sholeh baik harta benda tenaga,pikiran(jawanya laku lan lakon lan tekon     bakal tekan)
v  buahnya cahaya ketaqwaan ( dengan ciri selalu mendapat rizki dari Allah yg tidak  tau dari mana asalnya(lakunya amal sholeh dengan jalan menginfakkan rejekinya dijalan Allah)
Kesyahidan
v  dengan ciri taqwa
v  Lakunya sabar
v  Kendaraannya tafakur
v  Buahnya ilmu ma’rifatullah
Kewalian = mursyid = satrio piningit setara kenabian bani israil
                Ciri-cirinya
v  Menduduki maqom ketaqwaana dan kesyahidan
v  Lakunya fakir (berani menginfakkan rejekinya di jalan Allah 70%)
v  Kendaraannya syukur
v  Buahnya selalu ditambahi nikmat dari Allah SWT
v  Mimpi bertemu rasullallah 5x
Shidiqin = satrio pinandito setara Rasul Bani Israil setara Ghautsul Adhom Hadzazzaman
v  Cirinya menduduki maqom ketaqwaan kesyahidan dan kewalian
v  Seorang Ghauts Haruslah diangkat oleh Rasulullah,disaksikan oleh seorang Ghauts yang masih hidup,para sahabat 4 dan Ghauts-ghauts masa lampau dan dikasih tongkat Komando
v  Dengan ciri utama benar(shidiq) dapat dipercaya(amanah) berani melakukan amar ma’ruf nahi munkar dan berani menegakkan kebenaran dan keadilan
v  Berani menghabiskan hartanya di jalan Allah diawal ditengah di akhir kehidupannya
v  Mimpi bertemu rasulullah 7x minimal    
Khalifatul Ardh=ratu adil hampir setara Nabi Agung Muhammad SAW
                Dengan ciri-ciri menduduki maqomketaqwaaan kesyahidan kewalian dan shidiqin +mempunyai karomah 41 macam hanya bergantung pada Allah,tidak bergantung kepada ilmunya,sarana ketrampilannya, usahanya dll
NB:
Ilmu hikmah/kesaktian2 versi masyarakat umum
-          bisa di tempuh melalui olah tenaga dalam
-          Laku2 khusus wirid2 khusus tanpa harus sesorang menduduki maqom ketaqwaan,kesyahidan
-          Dan hasilnya seolah2 seperti karomah
Ma’unah
-          bisa ditempuh dengan laku ketaqwaan dan kesyahidan
-          Dan hasilnya seolah2 seperti karomah
Karomah
-          Bisa ditempuh dengan laku ketaqwaan dan kesyahidan dan menduduki maqom kewalian dan hasilnya karomah
Kedudukan ilmu hikmah atau kesaktian , Kedudukannya lebih rendah dari Maunah
Maunah kedudukannya lebih rendah dari Karomah
Karomah kedudukannya lebih rendah dari Mukjizat
Sekapur sirih
Kebaikan adalah karya sesaat untuk menuruti hawa nafsunya
Ketaqwaan adalah karya sepanjang hidup untuk mencari keridloaan Allah SWT
Dan siapa yg memakai jubah satrio piningit,satrio pinandito,ratu adil tanpa ciri-ciri itu semua adalah pembodohan dan suatu kejahiliyahan dan penipuuan terhadap masyarakat.
Dan melakuakan dosa besar terhadap Allah SWT dan masyarakat
Dan jangan sampai kalian semua para pengaku satrio piningit,satrio pinandito,ratu adil hanya diombang-ambingkan oleh bisikan setan dan hawa nafsu semata
Dan ratu adil yang sejati adalah mestinya didikan seorang Sulthon Auliya atau wali qutup dengan didikan yang keras dan khusus dizamannya
Referensi dari mursyid2 tarikat syadzaliyah qodiriyah Sulthon Auliya Ghautsul Adhom Hadzazzaman sayidi syekh Arifbillah Abuya Dimyati Banten RA, Sulthon Auliya Ghautsul Adhom Sayidi Syekh Komarudin Hadzazzaman ArifBillah Abah Kyai Haji Mas’ud Thoha RA
Jangan sampai umat islam mudah menjustis seseorang satrio piningit (wali Allah) satrio pinandito(kaum shidiqin) khalifatul ardh(ratu adil/ Sulthon Auliya Ghautsul Adhom/Wali Qutub)
Siapa mencari ilmu tanpa berguru gurunya adalah setan,puncak segala ilmu adalah maqom kedudukan wali Qutub
Silahkan para pengaku itu semua ditambahi dengan ciri ciri letak geografis dan ciri lainnya menurut jongko joyoboyo, wangsit siliwangi, ronggo warsito, nostradamus

Sabtu, 22 Oktober 2016

Mengenal lebih dalam perjalanan Sulthonul 'Auliya' Ghautsul 'Adhom Syekh Abdul Qadir Jaelani Ra.


                    








Syekh Abdul Qadir Jaelani Ra.

Beliau adalah tuan kita, teladan dari semua wali terbaik, papan arah menuju arah yang benar, beliau adalah poros ketuhanan (Qutub Rabbani), nama lengkap beliau adalah Abu Shalih Sayyidi ‘Abdul Qadir bin Musa bin ‘Abbdullah bin Yahya az-Zahid bin Muhammad bin Dawud bin Musa al-Jun bin ‘Abdullah al-Mahdhi bin al-Hasan al-Musatanna bin al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Beliau yang terkenal dengan nama ‘Abdul Qadir al-Jailani. Beliau lahir pada tahun 470 H, dan wafat pada tahun 561 H. dimakamkan di Baghdad.
Ibu beliau adalah Ummul Khair (dalam bahasa arab berarti ibu kebaikan), ia pernah berkisah: “Ketika aku melahirkan ‘Abdul Qadir al-Jailani, dia tidak mau menyusu ke puntingku selama siang hari bulan Ramadhan. Bulan baru Ramadhan suatu kali tertutup awan sehingga orang-orang datang kepadaku dan bertanya tentang ‘Abdul Qadir al-Jailani, maka aku katakan kepada mereka, bahwa ‘dia tidak menyusu pada puntiingku hari ini.’ Hal itu kemudian menjadi isyarat yang jelas bahwa hari itu adalah awal Ramadhan.”
Kabar tersebut lalu menyebar luas, bahwa seorang bocah (‘Abdul Qadir al-Jailani) lahir dengan membawa berbagai kemuliaan (keajaiban), dan bahwa ia adalah bayi yang tidak mau menyusu di siang hari Ramadhan. Dan dikabarkan pula, bahwa sang Ibunda mengandungnya ketika berusia 16th. Dikatakan bahwa, tidak mungkin ada gadis 16th bisa hamil kecuali dia perempuan Quraisy, dan tidak ada gadis 16thyang bisa punya anak kecuali dia pasti orang Arab.
Ketika ‘Abdul Qadir al-Jailani lahir, sang bayi disambut oleh tangan-tangan keanugerahan yang agung, dan sang bayi diliputi oleh cahaya petunjuk di belakangnya maupun di depannya.
Ketika ‘Abdul Qadir al-Jailani berusia 5th, sang ibu mengirimkannya ke sebuah madrasah lokal di Jilan. Beliau menuntut ilmu di madrasah tersebut hingga berumur 10th. Selama belajar di madrasah tersebut, beberapa peristiwa menakjubkan terjadi. Setiap kali ‘Abdul Qadir al-Jailani akan memasuki madrasah, beliau melihat sosok-sosok bercahaya  yang berjalan di depanya sambil berkata, “Beri jalan untuk Wali Allah!” Dan ketika beliau pernah ditanya kapan beliau mengetahui bahwa dirinya menerima walayah (pangkat kewalian), beliau menjawab, “Ketika aku berusia sepuluh tahun, kulihat para malaikat berjalan mengiringiku dalam perjalanan menuju madrasah, dan mereka selalu berkata, “Beri jalan untuk Wali Allah.” Kejadian itu terus menerus berulang sampai aku paham bahwa aku dianugerahi walayah.”

Berpisah dengan Sang Bunda
Adalah Syekh Muhammad bin Qa’id al-Awani yang berkata, bahwa al-Jailani muda meminta izin kepada sang Bunda untuk pergi ke Baghdad menimba ilmu, beliau berkata “Bunda, berilah aku kesempatan untuk menuju Allah Swt. Izinkan aku pergi ke Baghdad, di mana aku akan berusaha memperoleh ilmu pengetahuan dan di sana aku akan bertemu dengan orang-orang shalih.” Sang Bunda menangis mendengar beliau akan pergi, kemudian masuk ke dalam kamar dan mengambil uang sebanyak delapan puluh dinar. Uang itu adalah warisan dari ayahanda beliau. Kemudian sang Bunda memasukkan uang tersebut ke dalam saku beliau empat puluh dinar, dan sisanya dimasukkan ke saku baju mantel beliau. Sang Bunda meminta beliau berjanji untuk selalu berlaku jujur dalam keadaan apapun. Ketika sang Bunda mengantar beliau sampai di depan pintu rumah, sang Bunda mengucapkan selamat tinggal dan berkata, “Anakku, pergilah, karena aku telah melepaskan engkau demi mencari Allah. Aku tahu, mungkin aku tidak akan bertemu lagi dengan wajahmu hingga hari kebangkitan kelak.” Maka pergilah beliau menuju Baghdad.
Sejarah hidup beliau terus berlanjut sampai akhirnya beliau menetap di Baghdad, dan waktu itu umur beliau 18th. Pada masa itu, khalifah yang berkuasa di Baghdad adalah al-Mustazhir. Ketika beliau akan memasuki kota Baghdad, beliau dihadang oleh al-Khidir sembari berkata kepadanya, “Aku tidak akan pernah mengizinkan kamu masuk ke kota Baghdad sampai tujuh tahun ke depan.” Beliau akhirnya tinggal di pinggiran sungai tigris selama tujuh tahun dengan hanya memakan dedaunan dari jenis yang boleh dimakan sampai suatu kali leher beliau berubah warna menjadi hijau.
Pada suatu malam beliau mendengar suara yang mengatakan, “Wahai ‘Abdul Qadir al-Jailani, sekarang masuklah ke Baghdad.” Setelah mendengar suara itu, beliau segera memasuki Baghdad. Malam itu cuaca sangat dingin dan hujan, maka ‘Abdul Qadir al-Jailani mendekati zawiyah (pondokan sufi) Syekh Hammad bin Muslim ad-Dabbas. Akan tetapi, Syekh Hammad berkata kepada muridnya, “Kuncilah pintu zawiyah, tetapi buatlah cahaya lampu tetap menyinari ke arah luar zawiyah.”
‘Abdul Qadir al-Jailani hanya duduk di samping pintu, lalu Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan kantuk kepadanya hingga beliau tertidur. Saat terbangun, beliau dalam keadaan hadats besar (mimpi basah), maka dengan segera beliau mandi besar. Kemudian Allah ta’ala menurunkan kantuk lagi kepada beliau, dan beliau pun tertidur lagi. Saat bangun, beliau hadats besar lagi, lalu beliau segera mandi besar lagi. Demikian itu terjadi berulang-ulang hingga 17 kali. Akhirnya, ketika fajar menyingsing, pintu zawiyah terbuka dan ‘Abdul Qadir al-Jailani melangkah masuk.
Syekh Hammad ad-Dabbas segera melangkah maju menyambut beliau, lalu memeluk erat beliau, dan memberi beliau rangkulan yang hangat. Airmata menetes di pipi Syekh al-Dabbas sembari ia berkata, “Oh anakku, ‘Abdul Qadir al-Jailani, hari ini adalah tanggungjawab kami di sini (zawiyah ini), jika nanti kamu telah memegangnya, maka bimbinglah si tua yang rambutnya telah memutih ini.”

Para Guru Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani
‘Abdul Qadir al-Jailani memperoleh latihan spiritual di Baghdad dari dua sufi terbesar di zaman itu,  Syekh Sayyid Abu al-Khair Hammad bin Muslim ad-Dabbas dan Syekh Qadhi Abu Sa’id Mubarak al-Makhzumi. Meskipun beliau memperoleh banyak berkah dari kedua guru tersebut, namun beliau belum memberi baiat alias menduduki posisi mursyid.
Kemudian beliau menjadi murid Syekh Qadhi Abu Sa’id Mubarak al-Makhzumi sekaligus bergabung dalam halaqah dan tarekatnya. Syekh Qadhi Abu Sa’id al-Makhzumi menunjukkan rasa cintanya yang sangat besar terhadap murid istimewanya ini, dan memberkahinya dengan mutu-manikam spiritualis dan tasawuf. Suatu kali ‘Abdul Qadir al-Jailani dan para murid yang lain sedang duduk bersama dengan Syekh, kemudian Syekh meminta ‘Abdul Qadir al-Jailani untuk pergi mengambil sesuatu. Setelah ia pergi, Syekh al-Makhzumi  berkata kepada murid-muridnya yang lain, “Suatu hari nanti, kaki pemuda itu akan menginjak tengkuk semua Auliya’ (para wali Allah).”
Setelah beberapa waktu tinggal di Baghdad, ‘Abdul Qadir al-Jailani mengikuti pendidikan di Jami’ah Nizhamiyah yang tersohor sebagai pusat pendidikan dan ilmu keruhanian di dunia Islam. ‘Abdul Qadir al-Jailani menuntut ilmu dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan. Di antara guru-guru beliau yang memberikan ilmu Qira’at, Tafsir, Hadits, Fiqih, Syari’at, dan Tarekat adalah: Abul Wafa’ ‘Ali bin ‘Aqil, Abu Zakaria Yahya bin ‘Ali at-Tabrizi, Abu Sa’id bin ‘Abdul Karim, Abul Ana’im Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad, Abu Sa’id bin Mubarak al-Makhzumi, dan Abul Khair Hammad bin Muslim ad-Dabbas.
Dalam bidang adab salah satu guru beliau yang merupakan seorang ‘Alim besar pada masa itu ialah al-‘Allamah Zakariya at-Tabrizi. Dan dalam bidang Fiqih dan ushul Fiqih guru-guru beliau adalah: Syekh Abul Wafa’ bin ‘Aqil al-Hanbali, Abul Hasan Muhammad bin Qadhi Abul Ula, Syekh Abul Khatab Mahfuzh al-Hanbali, dan Qadhi Abu Sa’id al-Mubarak bin Ali al-Makhzumi al-Hanbali. Dalam bidang Hadits, beliau menerima ilmu dari para ulama sebagai berikut: Sayyid Abul Barakat Thalhah al-Aquli, Abul Ana’im Muhammad bin ‘Ali bin Maimun al-Farsi, Abu ‘Uthman Isma’il bin Muhammad al-Ishbihani, Abu Ghalib Muhammad bin Hasan al-Baqillani, Abu Muhammad Ja’far bin Ahmad bin al-Husaini, Sayyid Muhammad Mukhtar al-Hasyimi, Sayyid abu Manshur ‘Abdur Rahman al-Qaz’az, dan Abul Qasim ‘Ali bin Ahmad Ban’an al-Karghi. Setelah menempuh pendidikan dengan tekun, ‘Abdul Qadir al-Jailani lulus dari Jami’ah Nizhamiyah. Pada masa itu tidak ada satupun ‘Alim di muka bumi yang lebih faqih dan saleh dibandingkan dengan ‘Abdul Qadir al-Jailani.

Belajar kepada al-Khidir
Abu as-Sa’ud al-Huraimi mengisahkan, aku suatu kali mendengar tuan kami Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani berkata: “Aku tinggal di kawasan padang gersang Irak selama 25th, sebagai pengembara terasing. Aku tidak tau apa dan siapa saja makhluk yang mengikutiku, dan mereka juga tidak ingin tau aku. Yang selalu mengunjungiku adalah manusia-manusia dari alam gaib (rijal al-Ghaib), sebangsa jin. Aku biasa mengajari mereka tentang jalan menuju Allah Swt. (tarekat).”
Aku juga dipertemukan dengan al-Khidhir a.s. ketika aku memasuki kota Irak untuk kali pertamanya, meskipun waktu itu aku tidak tau siapa dia sebenarnya, dan dia pernah berkata kepadaku bahwa aku tidak boleh menentangnya. Ketika kami mencapai sebuah kawasan, dia berkata kepadaku, “Duduklah dan tinggallah di sini,” maka aku duduk dan tinggal di tempat itu sebagaimana dia memerintahkanku. Selama kurun waktu tiga tahun penuh, dia akan datang kepadaku setiap tahunnya, dan dia berkata kepadaku, “Tetaplah tinggal di situ sampai aku kembali.” Segala pesona dunia serta daya tariknya selalu datang kepadaku dalam berbagai bentuk dan tipu muslihat. Setan-setan juga mendatangiku dalam berbagai wujud serta mengoda dengan keahliannya. Tidak sedikit dari setan-setan itu yang terlibat perkelahian denganku, tetapi Allah subhanahu wa ta’alaselalu menguatkanku dalam menghadapi mereka.
Aku tinggal selama waktu yang lama di kawasan-kawasan gersang kota-kota Irak. Aku memaksa jiwa rendahku untuk melakukan tugas-tugas berat melalui metode disiplin spiritual. Kemudian aku menghabiskan waktu selama satu tahun dengan hanya makan dari sisa-sisa sampah tanpa minum air sedikitpun, kemudian selama satu tahun berikutnya sambil minum air. Kemudian selama satu tahun penuh dengan hanya minum air, tetapi tanpa menyantap apapun, dan di tahun berikutnya aku  tidak minum, tidak juga makan, dan tidak tidur sama sekali. Aku juga bermukim selama beberapa tahun di kawasan gersang nan tandus di sebuah daerah pinggiran kuno kota Baghdad, di mana satu-satunya sumber makananku adalah dedaunan lontar. Pada setiap awal tahun, seseorang akan datang kepadaku dengan mengenakan jubah yang terbuat dari wol.
Aku sudah memasuki seribu lebih kondisi wujud yang berbeda-beda, dengan tujuan untuk membebaskan diri dari dunia milik kalian ini, dan keadaan yang menimpaku itu hanya dapat dipandang sebagai bentuk ketololan, kegilaan, dan ketidakwarasan. Aku biasa berjalan tanpa alas kaki, melewati onak duri, kerikil tajam, dan tempat-tempat berbahaya sejenisnya. Tidak pernah sekalipun jiwa rendahku menang atas diriku, tidak juga ada satupun kemilau dunia yang mampu mengodaku”.

Ujian dari al-Khidir
Beliau, al-Khidhir, datang kepadaku untuk memberikan suatu ujian, sebagaimana ia telah menguji para wali-wali Allah yang lain sebelumku. Dia menyingkap kepadaku rahasia dari wujudnya dengan cara menampakkan wawasan menuju materi-materi yang aku dapatkan bersamanya, kemudian aku berkata kepadanya, “Wahai Khidhir, jika benar engkau pernah berkata pada Musa a.s. (kamu tidak akan pernah dapat bersabar bersamaku), maka sekarang aku akan katakan kepadamu, “Wahai Khidhir, bahwa kamu tidak akan pernah bersabar bersamaku, kamu seorang Israili, sementara aku adalah seorang Muhammadi, inilah kita, kamu dan aku, dan ini adalah bola polonya, celanaku masih terikat kuat dan pedangku belum disarungkan.”

Anugerah Jubah Sufi
Beliau juga berkata, “Selama sebelas tahun aku membetahkan diriku tinggal direruntuhan benteng yang saat ini disebut menara Persia. Tempat itu menjadi pemukiman panjangku. Di tempat itu aku membuat perjanjian dengan Allah Swt. bahwa aku tidak akan pernah makan sampai akhirnya ada yang menyediakan makanan buatku, dan aku tidak akan pernah minum sampai ada yang memberiku sarana untuk memuaskan dahagaku. Kemudian aku tinggal di situ selama empat puluh hari tanpa makan dan minum. Pada hari keempat puluh, datang seorang laki-laki membawa sepotong roti dan beberapa makanan, dia meletakannya di depanku dan segera beranjak pergi meninggalkanku sendiri. Nafsuku kemudian cepat-cepat memaksakan keinginan untuk menyambar makanan tersebut, maka aku katakana, “Demi Allah, makanan ini tidak sejalan dengan perjanjian yang aku ikrarkan kepada Allah,” kemudian di dalam batinku aku mendengar suara yang keras dan berteriak, “Lapar!” tapi aku tetap menolak untuk menurutinya.
Kebetulan pada saat itu Syekh Abu Sa’id al-Makarimi melintas di depanku dan mendengar suara teriakan itu, lalu ia mendekatiku dan bertanya kepadaku, “Apa arti teriakan tadi, wahai ‘Abdul Qadir al-Jailani?” Aku menjawab, “Tadi itu hanyalah bisikan jiwa rendahku, seperti halnya ruh, ia akan reda dengan sendirinya.” Kemudian ia berkata kepadaku, “Datanglah ke gerbang Al-Azaj.” Lalu ia pergi meninggalkanku, dan aku berkata kepada diriku sendiri, “Aku tidak akan pernah meninggalkan tempat ini, kecuali Tuhan sendiri yang memerintahkanku.”
Kemudian al-Khidhir a.s. datang kepadaku dan berkata, “Bangunlah dan pergilah ke Abu Sa’id al-Makarimi.” Maka akupun bergegas pergi, dan di sana aku menjumpainya sedang berdiri di depan rumahnya tengah menanti kedatanganku. “Wahai ‘Abdul Qadir al-Jailani,” katanya kepadaku, “Apakah belum cukup bagiku ketika aku katakana, “Datanglah kepadaku,” kemudian ia menganugerahkan jubah sufi dengan tangannya sendiri, dan semenjak saat itu, aku dengan tekun membaktikan diriku kepadanya, dan menjadi muridnya yang rajin. Semoga Allah meridhoinya.

Melayang saat Berdakwah
Al-Khatab, pembantu Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani, berkata: suatu hari ketika Syekh sedang memberikan ceramah, beliau tiba-tiba naik beberapa langkah ke angkasa dan beliau berkata, “Wahai Israil, berhentilah dan dengarkan kata-kata Sang Muhammad!” Kemudian beliau kembali ke tempat duduknya semula. Ketika beliau diminta untuk menjelaskan kejadian tersebut, beliau menjawab, “Abu al-Abbas al-Khidhir berada di atas sana. Tadi ia sedang melintasi majelis kita ini, maka aku memintanya berhenti dan berkata kepadanya apa saja yang aku dakwahkan kepada kalian semua.”

Diludahi Nabi Saw. Tujuh Kali, Ali Enam Kali
            Ini diriwayatkan oleh Syekh Abu Muhammad al-Juba’I, bahwasannya beliau Syekh Abdul Qadir al-Jailani berkata, “Aku suatu kali berjumpa dengan Rasulullah Saw. dalam penampakan ruhani sebelum waktu zuhur, dan beliau Saw. berkata kepadaku, “Wahai anakku terkasih, kenapa engkau tidak berbicara (berdakwah) kepada manusia?” Maka aku menjawab, “Wahai bapakku terkasih, aku adalah seorang ‘Ajam (bukan orang Arab), lalu bagaimana aku bisa berkata-kata dengan fasih di tengah-tengah orang Baghdad yang jelas mereka pandai berbahasa Arab.” Kemudian beliau Saw. Berkata, “Sekarang, bukalah mulutmu!” Maka aku membuka mulutku lebar-lebar, dan beliau meludahiku sebanyak tujuh kali. Kemudian beliau Saw. berkata kepadaku, “Kamu harus berdakwah kepada manusia sekarang, ajaklah mereka menuju jalan Allah dengan hikmah dan nasihat yang baik.” Aku kemudian menunaikan shalat zuhur, dan kemudian aku duduk setelah itu hendak berceramah, namun aku masih kehilangan kata-kataku. Kemudian aku melihat penampakan Sayidina ‘Ali kwh., dan beliau berkata, “Bukalah mulutmu!” Aku lalu membuka mulutku, dan beliau meludahiku sebanyak enam kali, lalu aku bertanya kepada beliau, “Kenapa engkau tidak meludahiku sebanyak tujuh kali seperti halnya Rasulullah Saw. Melakukannya?” Beliau menjawab, “Sebagai adab penghormatanku kepada Rasulullah.” Setelah mengucapkan kata-kata itu, beliau pergi.

Menghilang ke Balik Matahari
            Pengasuh Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani menceritakan, bahwa sewaktu beliau masih kecil seringkali ketika dia menggendong sang Syekh, mendadak beliau sudah tidak ada lagi di tangannya. Dia mengatakan, bahwa kemudian dia melihat Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani terbang ke langit dan bersembunyi di balik cahaya matahari.
Ketika Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani sudah dewasa, sang pengasuhnya mengunjunginya dan bertanya, apakah beliau masih sering melakukan hal yang dulu sewaktu kecil beliau lakukan. Kemudian Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani menjawab, “Itu dulu ketika aku masih kecil, dan pada waktu itu aku masih lemah, maka aku bersembunyi di balik matahari, namun kini daya dan kekuatanku telah sedemikian besar, sehingga bila 1000 matahari dating, pasti mereka semua akan bersembunyi di balik diriku.”

Bertarung Melawan Setan, Iblis, dan Hawa Nafsu
Kisah ini diriwayatkan oleh Syekh ‘Utsman as-Sirafani, baliau berkata, Aku suatu kali mendengar tuan kita, Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani berkata:
“Aku pernah bermukim sendirian di sebuah kawasan gersang. Setiap hari dan setiap malam setan-setan sering datang kepadaku berbaris-baris dalam wujud manusia jadi-jadian yang membawa berbagai macam senjata serta memikul berbagai benda yang berbunyi sangat keras. Mereka terlibat perkelahian denganku dan melempariku dengan bola api. Saat menghadapi keadaan seperti itu, aku mendapati di dalam hatiku suatu rasa tentram yang sulit terucapkan dengan kata-kata, aku mendengar suara dalam hatiku yang berkata, “Berdirilah dan serang mereka wahai ‘Abdul Qadir al-Jailani, karena Kami selalu siap menambah kekuatanmu, dan Kami akan datang dengan pasukan yang tidak mungkin terkalahkan oleh mereka.” Dan saat aku melemparkan satu serangan kepada para setan itu, mereka sontak berlari tunggang langgang  dan pergi menghilang.
Setelah itu, ada sesosok setan datang dari tengah-tengah para setan yang berlari menjauh dariku. Setan itu menghampiriku dan berkata kepadaku, “Pergilah dari sini atau aku akan melakukan begini dan begitu kepadamu.” Dia memperingatkanku akan akibat apa saja jika aku tidak pergi dari wilayah itu, maka kemudian aku menamparnya dengan tanganku dan diapun melarikan diri dariku, lalu aku berucap, “Tidak ada daya dan kekuatan kecuali bersama Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.” Setan itu diterkam oleh api dan aku melihatnya terbakar hangus.
Pada waktu yang lain, aku didatangi oleh sosok yang penampilanya benar-benar menakutkan, dan bau badannya sangat menjijikkan, baunya sangat bacin dan memuakkan, dia berkata kepadaku, “Aku adalah iblis. Aku datang kepadamu dengan maksud untuk menjadi budakmu, karena kamu telah berhasil menggagalkan segala upayaku dan mengalahkan pengikutku.” Aku berkata kepadanya, “Pergilah! karena aku tidak percaya sama sekali kepadamu.” Tapi pada saat itu sebuah tangan turun dari sisi iblis dan memukul tengkorak kepalanya dengan kekuatan yang sangat besar hingga membuat iblis itu terjungkal keras melesat ke dalam tanah, dan dia pun menghilang entah ke mana.
Iblis itu datang kembali kepadaku untuk kedua kalinya dengan membawa anak panah api di tangannya dan hendak menyerangku, tetapi dengan cepat seseorang yang memakai jubah penutup kepala lari menuju diriku dengan menaiki kuda berwarna kelabu dan dengan tangkas melemparkan pedang kepadaku. Melihat itu, iblis secepat kilat langsung lari terbirit-birit dari hadapanku.
Dan ketika aku bertemu dengannya lagi untuk yang ketiga kalinya, iblis itu sedang duduk dengan jarak yang agak jauh dariku, berlinangan air mata, sekujur tubuhnya dipenuhi oleh debu, dan ia berkata, “Aku sungguh telah putus asa menghadapi orang sepertimu, wahai ‘Abdul Qadir al-Jailani.” Aku lalu berkata kepadanya, “Enyahlah kau dari sini, sang terkutuk! karena aku tidak akan pernah berhenti membentengi diriku sendiri (dengan perlindungan Allah) untuk melawanmu. Dan dia berkata, “Apa yang telah kau ucapkan itu lebih menyakitkan bagiku ketimbang jepitan besi neraka.”

Menembus Jarak
Diriwayatkan dari Syekh Umar, beliau berkata: aku suatu kali mendengar tuan kami Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani bercerita:
keadaan ruhani (ahwal) pernah datang kepadaku tanpa terduga sama sekali. Pada awal masa-masa aku melakukan pengembaraan dan berada di padang tandus di wilayah Baghdad, aku berlari melewati jarak kira-kira satu jam perjalanan, dan aku benar-benar tidak sadar bahwa aku sedang berlari, saat aku kembali dalam kesadaranku yang normal, aku mendapati diriku sampai di kawasan Syastar, di mana jarak tersebut dengan Baghdad kira-kira sekitar dua belas hari perjalanan. Ketika sampai di sana, aku berdiri dan melihat-lihat sekeliling, lalu seorang wanita datang kepadaku sambil berkata, “Apakah yang kamu alami itu membuatmu terkejut dan heran, padahal kamu tidak lain adalah ‘Abdul Qadir al-Jailani?!”

Melihat al-Lauh al-Mahfudz
Tertulis dalam riwayat, bahwa Syekh Abul Hafash menyatakan, “Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani biasa melayang di udara dan berkata ‘Matahari tidak pernah terbit tanpa mengucapkan salam kepadaku. Demi kemuliaan dan murka Allah, aku melihat semua manusia yang baik maupun yang jahat, mataku tertuju pada al-Lauh al-Mahfudz. Berkali-kali aku menyelam ke samudera ilmu dan kebijaksanaan yang dianugrahkan oleh Allah, dan akulah kebaikan murni Allah kepada manusia dan utusan khusus kakekku, Rasulullah Saw., dan akulah khalifah beliau di bumi.”

Kuasa atas Raja Jin
Syekh Abu Futub Muhammad bin Abul ‘Ash Yusuf bin Isma’il bin Ahmad ‘Ali Qarsyi at-Tamimi al-Bakari al-Baghdadi meriwayatkan, bahwa suatu ketika Syekh Abu Sa’id ‘Abdullah bin Ahmad bin Muhammad al-Baghdadi al-Azja’i datang kepada Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani dan mengatakan bahwa putrinya yang berusia 16th, Fatimah yang sangat cantik, kemarin naik ke tingkat rumah, tapi tiba-tiba dia lenyap dari sana. Ketika Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani mendengar hal ini, beliau menghiburnya dan mengatakan kepadanya agar tidak perlu khawatir.
Sang Wali Agung kemudian memerintahkan dia untuk pergi ke sebuah hutan pada malam hari. Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani menyatakan bahwa di dalam hutan dia akan melihat banyak gundukan pasir. Dia harus duduk di gundukan pasir keenam yang dilewatinya, dan harus membuat sebuah gambar lingkaran di sekeliling dirinya sambil berkata, “Bismillah,” dan kemudian berkata, “Abdul Qadir.”
Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani berkata, “Menjelang sepertiga malam terakhir kau akan melihat pasukan jin berlalu. Mereka tampak sangat mengerikan dan ganas, tetapi engkau tak perlu takut, engkau harus tetap duduk dan menunggu. Tepat pada saat cahaya matahari pertama tampak, raja jin yang paling berkuasa akan lewat, dan dia akan menghampirimu lalu menanyakan permasalahanmu. Jelaskanlah permasalahanmu kepadanya, dan katakan bahwa aku yang mengutusmu. Beritahukan kepada raja jin itu tentang putrimu yang hilang.”
Syekh Muhammad al-Baghdadi berkata, “Aku mengerjakan apa yang Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani perintahkan. Aku duduk di gundukan pasir tersebut dan menunggu. Setelah beberapa waktu, aku melihat pasukan jin dalam rupa-rupa yang mengerikan melintas. Mereka sangat marah kepadaku karena aku duduk di tengah-tengah jalannya, namun mereka tetap berlalu tanpa mengucap sepatah katapun, karena mereka tidak berani memasuki lingkaran tersebut. Pada waktu fajar, sang raja jin melintas, lalu menanyakan permasalahanku. Ketika aku mengatakan bahwa yang mengutusku adalah Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani, maka dia segera turun dari kudanya dan berdiri dengan penuh hormat mendengarkan perkataanku, lalu dia mengutus para jin untuk mencari jin yang telah menculik putriku. Akhirnya, putrikupun kembali, dan jin yang telah menculik putriku itu dihukum oleh sang raja jin.”

Pengakuan 360 Wali
‘Abdullah al-Jubbai suatu kali berkata: “Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani memiliki seorang murid bernama ‘Umar al-Hawali, dia meninggalkan Baghdad dan tinggal di tempat lain selama beberapa tahun. Ketika ia akhirnya kembali ke Baghdad, maka aku berkata kepadanya, “Sekian lama ini kamu berada di mana?” Dia menjawab, “Aku mengembara menyinggahi kota-kota di Suriah, Mesir, Persia, dan aku bertemu dengan tiga ratus enam puluh Syekh, yang kesemuanya adalah para wali Allah. Tidak ada seorangpun dari mereka yang tidak berkata, “Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani adalah Syekh kami, dan merupakan pembimbing teladan kami menuju Allah Swt.”
Syekh Hammad ad-Dabbas konon berkata, “Ketika Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani yang pada waktu itu masih remaja, disebut dalam majelisnya “Aku melihat dua tanda di kepalanya, yang terpasang tegak di antara kebinatangan terendah dan kedaulatan tertinggi. Dan aku telah mendengar tentara kerajaannya memangil-mangilnya dengan suara yang keras lagi jelas pada cakrawala tertinggi. Semoga Allah meridhoinya.”
Syekh Hammad ad-Dabbas kemudian berkata, “Kamu adalah penghulu para ‘Arifin di zamanmu nanti. Panjimu tertancap kuat untuk dibentangkan, baik dari kawasan timur sampai kawasan barat. Pundak orang-orang di zamanmu akan tunduk di bawah kendalimu, dan kamu akan diangkat pada suatu tingkatan spiritual yang mengungguli semua orang yang sebaya denganmu.”

Pernyataan “Kakiku Berada di Tengkuk Para Wali”
Diriwayatkan oleh al-Hafidz Abu al-Izz ‘Abd al-Mugtis bin Harb al-Baghdadi beserta banyak lagi lainya, “Kami menghadiri majelis Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani. Di ruang tamu beliau banyak sekali para Syekh dan wali yang mengikuti majelis beliau waktu itu. Ada sekitar kurang lebihnya empat puluh tujuh para Syekh, dan masih banyak lagi yang berada dalam majelisnya. Ketika Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani berbicara, tampak sekali hati beliau dalam keadaan kesadaran penuh, yakni ketika beliau menyatakan, “Kakiku Berada di Atas Tengkuk Para Wali Allah.” Syekh ‘Ali bin al-Haiti melangkahkan kakinya saat itu juga, lalu naik beberapa langkah ke mimbar Sang Syekh, di mana kemudian dia memegang kaki Sang Syekh dan meletakkannya di atas tengkuknya sembari memposisikan kepalanya di bawah keliman jubah Syekh. Semua yang hadir di situpun membungkuk seperti yang dilakukan oleh Syekh al-Haiti. Dan tidak ada satupun seorang wali Allah di muka bumi ini yang pada saat itu tidak menundukkan tengkuknya sebagai pengakuan tulus terhadap Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani, serta sebagai penghormatan kedudukan ruhani beliau yang khusus. Ada 300 auliya’Allah dan 700 rijaul ghaib yang hadir di majelis itu. Bahkan kumpulan para jin berkumpul pada saat itu. Para jin shalih tersebut keluar dari segala penjuru cakrawala demi menghormati pernyataan beliau tersebut. Mereka mengucapkan selamat kepada Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani dan menunjukkan laku taubat melalui tangan beliau.
Syekh al-Makarimi menyatakan, “Pada hari itu, seluruh Wali Allah tahu, bahwa panji kesultanan wali telah tertancapkan di sisi Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani. Semua wali dari timur hingga barat serentak membungkukkan badan mematuhi pernyataan beliau ini.”
Sayyid Syekh Khalifatul Akbar berkisah, “Aku bermimpi bertemu dengan Rasul Saw. tercinta, dan aku bertanya kepada beliau tentang pernyataan Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani tersebut. Rasul Saw. Menjawab, “‘Abdul Qadir al-Jailani telah mengatakan hal yang sebenarnya, karena dia sang Quthb, dan dia kuberikan tempat di bawah sayapku dan dalam perlindunganku.”

Semoga Bermanfaat untuk meningkatkan iman kita pada Allah dan RasulNya..


Aamiin.